…
“Bukankah menjadi Kupu-kupu lebih
indah dan menyenangkan Adisa? Terbang bersama kawan-kawan cantik lainnya,
berdamai bersama bunga-bunga di taman.” Malik tak dapat menahan untuk tidak
mendebat Adisa.
Adisa
pun mengarahkan telunjuknya ke arah langit, membidik tepat kepada seekor
Rajawali.
“Kau
lihat Rajawali yang terbang tinggi itu. Kau tahu Malik? Kau tak akan pernah
dapat terbang setinggi itu hanya dengan sepasang sayap Kupu-kupu.” Adisa
memahamkan.
“Tapi
Adisa, Rajawali selalu dibenci. Dia dibenci oleh setiap induk Ayam, setiap Ular
yang berkeliaran, setiap Tikus yang mencari makan.” Malik tetap tidak puas.
“Malik,
aku bukan sedang memberitahumu tentang keegoisan, kesombongan, atau untuk
bersikap individualis. Kau tidak memahami Malik, Rajawali memangsa anak Ayam,
Tikus, bahkan Ular sekalipun bukan untuk perutnyanya sendiri, ada keluarga yang
harus dihidupi,” tungkas Adisa.
“Pilihanku untuk tidak memilih berdamai dengan
sahabat-sahabat yang dulu pernah mengkhianatiku bukan karena paru-paruku tak
dapat menerima udara kedamaian, namun ada yang lebih penting dari itu. Harga
diriku, cita-citaku, impianku, tak dapat dihantui dengan resiko peluang mereka
untuk berkhianat kembali. Aku ingin terbang tinggi, aku ingin membahagiakan keluargaku,
biarlah gunjingan mereka dari belakangku mendorong diriku untuk bergerak maju.”
Lanjut Adisa.
“Baiklah
aku akan mengikutimu untuk menjadi seekor Rajawali.” Jawab Malik mengalah.
Adisa
tertawa kecil, tersenyum menatap kedua mata Malik.
“Menjadi
seekor Rajawali pun tidak semudah itu, Malik”
Rajawali di antara Kupu-Kupu
M.A. Marsa, 2018
Coming soon…
No comments:
Post a Comment