Aku Tidak Ikhlas Menjadi Seorang Blogger


TULISAN INI MENEMPATI PERINGKAT KE-60 DARI 438 PESERTA KOMPETISI BLOG NODI 2018 dan BERHASIL MENDAPAT LABEL "PILIHAN (HIGHLIGHT)" DI KOMPASIANA.COM

“Umi.. aku kalah lagi…”
“Iya, nggak apa-apa…”
Nggak apa-apa gimana, mi? Tulisan Blogku itu sudah bagus, aku sudah share kemana-mana, bahkan sudah menjadi 5 pencarian teratas di Google
“Berarti bukan rezeki, nak…”
“Ini sudah yang ke berapa kali aku kalah mi… Mending berhenti nulis aja, aku capek mi…”
“Marsa, dengerin dulu….…”
***

SAMA seperti Bunda Biya yang terinspirasi oleh Raditya Dika, “Kambing Jantan” Bang Radit juga menjadi juru inspirasiku untuk menjadi seorang Blogger. Blog pertamaku lahir di tahun 2012, saat itu aku masih SMP. Tahun itu di kota tempat aku dan Bang Joe Candra tinggal (baca: Banyuwangi), dapat dipastikan hanya beberapa orang saja yang mempunyai blog,  sehingga aku merasa bangga menjadi seorang Blogger, merasa paling melek internet sendiri saat itu. Sempat mati suri di 2014, blog ini pun lahir kembali di tahun 2017.

Satu-satunya alasan blog ini dilahirkan kembali adalah untuk “cari uang”, sekali lagi, “cari uang!”. Saat itu seorang temanku mengirimkan sebuah poster lomba blog yang diadakan oleh salah satu instansi pemerintahan, entah kenapa aku tertarik dan iseng-iseng ikut. Ternyata setelah pengumuman, aku menjadi 1 dari 4 finalis terpilih yang diundang ke Yogyakarta, aku senang luar biasa.

Hotel berbintang, pesawat, dan “uang” yang didapat dari lomba pertama itu pun membuatku ‘ketagihan’ untuk mengikuti lomba blog lainnya, dan secara tidak resmi sejak saat itu aku kembali menjadi seorang Blogger. Eitsss… aku lupa, kalau kata Om Khrisna Pabichara, sebagai orang Indonesia, kita harus lebih bangga untuk berbahasa Indonesia yang baik dan benar, maka selanjutnya aku akan menyebut istilah Blogger menjadi ‘Narablog’.
Momen pertama kalinya aku mengikuti kompetisi blog, menjadi Finalis dan merebut Juara.
Sumber: Dokumen Pribadi
Motivasi ‘cari uang’ lewat menulis blog pun semakin membara. Entah keajaiban dari mana, setiap aku mengikuti lomba blog, aku selalu menjadi finalis, 30 besar, atau 20 besar. Walaupun tidak menjadi juara, namun menjadi finalis itu sudah cukup mengisi dompetku dengan ‘uang’. Bahkan 4 bulan setelah diundang ke Yogyakarta, aku kembali diundang ke Jakarta sebagai finalis oleh instansi pemerintahan yang lain. Dua minggu setelah pulang dari Jakarta, aku kembali diundang ke Jakarta sebagai 20 tulisan terbaik di kompetisi blog yang diadakan salah satu portal blog.

Sering menjadi finalis membuatku besar kepala, hingga terlalu percaya diri. Bahkan setiap suara ketikan jari jemariku seperti melantunkan gemercikan rupiah. 

Hingga pada akhirnya………….

Belasan lomba yang aku ikuti sepulang dari Jakarta yang terakhir, tidak lagi menghasilkan ‘uang’. Aku akui hal ini benar-benar membuatku frustasi. 

Puncaknya adalah September - Oktober 2018 lalu. Saat itu tabunganku mulai menipis, aku pun mengikuti kompetisi blog yang diadakan oleh salah satu e-commerce, dengan niat untuk menyegarkan kembali rekening tabunganku. Berkat motivasi hadiah ‘uang’ yang cukup besar, aku pun menulis dengan keras, dan menyebarkan tulisan tersebut agar mendapat posisi tertinggi di pencarian Google. Aku melakukan hal tersebut selama hampir sebulan penuh. Namun, dari 9 tulisan yang terpilih sebagai pemenang, tak satupun mencantumkan tulisanku.

Sejak membaca pengumuman tersebut, rasanya seperti Zainuddin yang ditolak cintanya oleh Hayati. “Duhai kekalahan, kau regas segenap pucuk pengharapanku! Kau patahkan!” kurang lebih seperti itulah suara jeritan hati. Bahkan kekalahan itu membuatku memutuskan untuk berhenti menulis, berhenti untuk menjadi seorang Narablog.

Sampai ketika………….

***
…..
“Marsa, dengerin dulu…. Kamu kurang ikhlas nak, kamu harus ikhlas”
“Maksud Umi?”
“Kamu akan tahu sendiri. Perbaiki niatmu, kamu harus ikhlas…”
“….”

***

Sebulan lamanya aku memutuskan untuk tidak membuka blogku lagi. Namun di hari-hari aku berhenti menulis, di setiap hari itu pula telingaku terngiang oleh perkataan ibuku “Kamu kurang ikhlas nak, kamu harus ikhlas.” Entah bagaimana bisa, selama satu bulan itu aku berhenti menulis, selama sebulan itu juga aku mendapat banyak nasihat tentang keikhlasan.

Pikiranku berputar, berpikir dan menemukan jawaban. Di awal bulan Desember 2018 lalu, aku baru menyadari perkataan ibuku, bahwa aku harus ikhlas dalam menulis, aku harus perbaiki niatku dalam menulis. Bahwa menulis itu adalah kegiatan mulia, niatnya pun harus mulia, motivasinya pun harus mulia, bukan semata-mata hanya ‘uang’.

Kemenangan demi kemenangan, uang demi uang yang dihasilkan lomba blog memang sebuah kebanggaan bagi seorang Narablog. Namun ada yang ada lebih besar dari sekedar ‘uang’, yakni ‘keikhlasan dalam menulis’. Ada niat yang harus dibenahi.

Ternyata menjadi terkenal, menjadi pemenang, dan mendapatkan uang bukan tujuannya. Ada sesuatu lain yang lebih besar dari sekedar uang, kemenangan, dan ketenaran. Yakni keberkahan. Aku pun baru menyadari bahwa menulis adalah berbagi, menulis adalah menginspirasi, menulis butuh keihlasan. Setiap lomba yang aku ikuti pun harus memiliki niat yang tulus.

Bukan kerja keras menulis kita yang dapat membuat kita menjadi pemenang, kemudian bangga. Bukan banyaknya share yang kita dapat yang membuat kita mendapatkan uang, kemudian bangga. Bukan tingginya peringkat di Google yang membuat kita menjadi Narablog terkenal, kemudian bangga. Namun keberkahan dari kita menulis itulah yang menjadi sebuah kebanggaan yang sesungguhnya bagi seorang Narablog.

Bukankah manusia terbaik adalah manusia yang dapat bermanfaat bagi manusia lainnya?
Akhirnya renungan tersebut membuatku terus menggali, apa sih sebenarnya tujuan dan manfaat menjadi seorang Narablog? Apa sih kebanggaan ‘hakiki’ menjadi seorang Narablog?

Sumber: Dokumen Pribadi

1. Menjadi Narablog adalah jalan untuk berbagi dan menginspirasi


“Aku harus ikhlas menjadi seorang Narablog.” Itulah sebuah kalimat yang aku patri di pikiran dan hatiku sekarang ini. Bahwa menjadi Narablog dapat menjadi sebuah kebanggaan apabila memiliki niat untuk berbagi dan menginspirasi. Menulis bagi Narablog sejati adalah sarana untuk menjernihkan dan menyegarkan kembali pikiran.

Konsepnya seperti sebuah sumur. Jangan berharap air di dalam sumur akan semakin bertambah bila kita tidak ambil airnya. Tenyata dengan kita membiarkan air di dalam tersebut tanpa mengambilnya, tidak membuat air di dalam sumur tersebut menjadi penuh, justru air tersebut akan menimbulkan bau busuk. Tetapi ketika kita sering mengambil, mengeluarkan, dan menggunakan air di dalam sumur tersebut, air di dalam sumur tersebut akan semakin jernih. Begitu pula dengan isi otak kita, ketika beberapa ide dan inspirasi di bagian otak kita tidak dibagikan, akan menumpuk, bahkan kita menjadi lupa.

Ternyata inilah konsep keikhlasan menjadi seorang Narablog yang diajarkan oleh Ibu. Bukankah ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang dibagikan? Disini akhirnya aku semakin menemukan kebanggaan yang hakiki menjadi seorang Narablog.

2. Menjadi Narablog adalah jalan untuk meningkatkan minat baca

Menjadi seorang Narablog seperti pepatah “sekali mendayung dua pulau terlampaui”. Dua manfaat langsung yang kita dapat ketika menjadi seorang Narablog, yakni manfaat menulis dan manfaat membaca. 

Menurutku salah satu cara untuk meningkatkan minat baca adalah dengan menulis, karena tidak ada menulis tanpa membaca. Ide-ide yang untuk menginspirasi banyak orang pun sejatinya dihasilkan dari membaca. Dari membaca kita dapat membandingkan, dari membaca kita dapat menganalisis, dan tentunya dari membaca kita dapat menulis. Pada akhirnya aku umumkan bahwa membaca adalah kegiatan selain menulis yang tidak dapat dipisahkan kehidupan seorang Narablog. Dan berhasil membaca adalah kebanggaan lain dari seorang Narablog. 

3. Menjadi Narablog adalah jalan untuk menjadi manusia yang sebenarnya

Kok bisa? Karena menjadi Narablog memiliki sebuah tuntutan, yakni tuntutan berkarya. Dan untuk menjadi manusia yang sebenarnya, kita dituntut untuk berkarya. Mungkin pembaca bertanya-tanya, mengapa kita harus berkarya? Apa sih gunanya mau capek-capek mengeluarkan tenaga, memeras keringat, menguras pikiran hanya untuk sesuatu yang disebut dengan “berkarya”?

Jawabannya adalah karena kita memiliki pikiran. Karya adalah hasil olah rasa, hati, serta pikiran. Binatang punya rasa dan hati, tapi mereka tidak punya pikiran. Jadi dapat disimpulkan jika kita tidak berkarya kita sama saja dengan binatang. Kok sekasar dan sekejam itu? Kalau kata Buya Hamka pernah bilang, “Kalau hidup sekedar hidup, babi di hutan juga hidup” Artinya disini apa? Artinya adalah Eksistensi manusia ditentukan oleh karyanya.

Nah, ini adalah kebanggaan lain ketika menjadi Narablog. Bagiku menjadi seorang Narablog sudah seperti menjadi seniman. Seniman yang mampu menghasilkan banyak karya. Kalau Descrates bilangI think, therefore I am”, Narablog mengartikan kalimat tersebut menjadi “Kita berkarya maka kita ada”.

Resolusi 2019

Menjadi seorang Narablog itu harus ikhlas.
Sumber: https://dennypedia.com

Menjadi lebih baik dari hari ke hari, hingga dari tahun ke tahun adalah tugas hidup manusia. Dan resolusiku di 2019 sebagai seorang Narablog adalah bisa lebih ikhlas dan lebih mantap dalam meluruskan niat. Kalau kata Fourtwnty, kita harus berkarya bersama hati. Aku ingin di 2019 ini aku semakin kreatif dan inovatif dalam berkarya. Berhasil menciptakan gagasan-gagasan keren yang dapat menginspirasi dan bermanfaat bagi orang lain.

Aku ingin lewat tulisanku ini, dapat menyadarkan orang lain bahwa menulis itu penting, bahwa berkarya itu mulia. Jadilah penulis, jadilah Narablog, meskipun Blog tidak memiliki hype sebesar Youtube. Aku ingin aku tidak hanya memikirkan uang, popularitas, ataupun kemenangan. Namun keberkahan dan manfaat dari menulis itu yang aku inginkan, sehingga karya yang aku hasilkan lebih berkualitas. Aku ingin menyadarkan diriku dan kalian semuanya, bahwa apa yang kita beri itulah yang kita dapatkan.

Nantinya aku juga ingin menjadi seorang Narablog yang bisa berbagi berkah, bisa mengadakan kompetisi Blog seperti Bang Adhi Nugraha.

Kemudian kalau membaca tulisan Om Khrisna Pabichara yang berjudul “Tulisan yang Saya Cari di Kompasiana”, semoga tulisanku ini termasuk katagori tulisan yang dicari dan yang disenangi oleh beliau. 

Kata beliau, ketika menemukan tulisan yang sesuai harapan adalah anugerah tak terperi. Seperti tengah buru-buru menuju satu alamat dan jalan raya sedang lengang. Seperti singgah di pom bensin karena mules tiada terkira dan kakus umum tidak berpenghuni. Harapan besarku yang terakhir adalah seperti yang dikatakan Om Khrisna Pabichara ini, memiliki tulisan yang benar-benar menyenangkan, menjadi Narablog yang benar-benar menginspirasi, hingga menjadi manusia yang benar-benar dapat bermanfaat bagi orang lain.

Yang terakhir ingin aku sampaikan, bahwa aku sangat bangga dan ikhlas menjadi seorang Narablog 😊 

14 comments:

  1. Semangat ya Marsa, dapat penghasilan dari blog tak hanya lewat lomba kok. Banyak peluang lain, blog pun bisa jadi portofolio kita saat melamar kerja di perusahaan..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Siapk kak...
      Terimakasih banyak kak :)

      Delete
    2. Soal portofolio ini saya setujuuu hehe. Siapa kita dan seberapa besar kapasitas kita sehingga kita pantas melamar pekerjaan di sebuah perusahaan, seringkali ditentukan lewat blog.

      Delete
    3. Siap kak,
      Saya baru tahu kalo soal ini ehe, terimakasih banyak kak infonya :)

      Delete
  2. Semoga keikhlasan dan niat baik Kakak kali ini berujung baik.

    ReplyDelete
  3. Dilurusin lagi aja niatnya, insyaAllah rejeki akan datang :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Siap..
      Aaamiin Insyaallah..
      Terimakasih banyak :)

      Delete
  4. Wah tetap semangat Mas, lebih kerja keras lagi untuk hasil yang lebih maksimal. Kisahnya hampir mirip dengan saya, sukses ya buat lombanya :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Siapp Kang, Insyaallah...
      Semoga prestasi Kang Amir nular ke saya, aaamiin...

      Delete
  5. memang kalau sudah menjadi juara itu menyengangkan dan bikin semangat ngeblog tapi kadang kita terlena dan melupakan esensi sesungguhnya menulis, yaitu memberikan manfaat bagi pembaca dan itu aku alami sendiri, ikhlas itu penting. setelah kita berusaha dengan maksimal tinggal berkah Tuhan yang bekerja selanjutnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mas, benar sekali.
      Namanya juga manusia, dikasih nikmat sedikit sudah lupa, sudah terlena. Dan yang susah itu memang ikhlas.
      Semoga tetap dalam lindungan berkah aaamiin insyaallah.

      Delete
  6. Iya bener kak, harus ikhlas intinya hehhe semangatttt smg tetap semangat ngeblognya yah, owalah org BWI tho :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah, dikomen sama jurinya nih, ehe.
      Siap bang joe :)

      Delete