Memeriksa Bukan Untuk Mencari-cari Kesalahan namun Demi Kesejahteraan




Pada tahun 2014 Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK) berhasil menemukan 9 kasus terindikasi pidana yang merugikan negara hingga Rp. 944,81 Miliar. Hal tersebut terhimpun dalam IHPS (Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester) I tahun 2014, berupa 3 kasus di lingkup pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merugikan negara Rp. 928 Miliar, sisanya 4 kasus yang merugikan negara Rp. 5,28 Miliar dan US$. 893,3 ribu serta 2 kasus di lingkup pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Berselang 1 tahun kemudian, dalam IHPS I dan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) semester I tahun 2015 BPK mengungkap 10.154 temuan yang memuat 15.434 permasalahan, yang meliputi 7.890 (51,12%) permasalahan ketidakpatutan terhadap peraturan perundang-undangan yang berpotensi mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp. 33,46 Triliun.

Tak jauh dari tahun 2015 temuan yang serupa pun ditemukan, dalam IHPS I tahun 2016 BPK kembali menemukan 10.198 temuan yang memuat 15.568 permasalahan. 7.661 diantaranya adalah kelemahan sistem pengendalian internal dan 7.907 permasalahan ketidakpatutan terhadap ketentuan perundang-undangan senilai Rp. 44,68 Triliun serta 4.762 permasalahan berdampak finansial sebesar Rp. 30,62 Triliun.

Tahun lalu 2017, ditemukan dalam hasil audit kasus pengelolaan dana pensiun PT. Pertamina yang menyebabkan kerugian negara senilai Rp. 599,29 Miliar. Kulminasinya IHPS semester I tahun 2017 BPK berhasil menyelamatkan keuangan negara sebesar Rp. 13,70 Triliun. Dan bila disimpulkan sejak tahun 2003 hingga 2017 BPK telah melaporkan 447 temuan berindikasi pidana yang merugikan negara hingga Rp. 44,74 Triliun.

Paparan diatas menjadi bukti bahwa dalam konteks kehidupan bernegara BPK memainkan peranan yang sangat penting dalam menjadi penyeimbang serta pengawas jalannya pemerintahan dalam sistem check and balance. Tak hanya itu BPK juga “membangun” kondisi masyarakat dan pemerintahan menjadi lebih baik. Di sinilah letak penting adanya sebuah badan yang menjadi pengawal bagi keuangan negara.


Persepsi Masyarakat


Nama Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia sebenarnya sudah tak asing lagi di telinga masyarakat. Sebuah lembaga independen yang bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab tentang keuangan negara, memeriksa semua asal-usul dan besarnya penerimaan negara dari manapun sumbernya, serta mengetahui tempat uang negara itu di simpan dan untuk apa uang negara itu digunakan.

Namun apa yang terdengar di masyarakat seringkali menimbulkan sebuah tafsir yang sungguh mengagetkan. Memandang BPK dengan kacamata yang hanya sanggup digunakan untuk melihat permukaan, namun tak sanggup menyelami apa yang ada di dalamnya. Hal yang seringkali tersimpulkan dalam pola pikir masyarakat adalah menganggap BPK hanyalah sebuah lembaga negara yang bertugas sebatas memeriksa dan mencari kesalahan, tak lebih daripada kedua hal tersebut.

Dalam kacamata masyarakat tersebut terlihat audit atau pemeriksaan yang dilakukan BPK sebatas pemeriksaan administratif yang bertujuan mencari kesalahan, dan terhenti pada proses melaporkan kepada DPR/DPRD. Yang kemudian kegiatan mencari kesalahan tersebut diulangi pada semester dan tahun berikutnya, artinya tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap negara. Apalagi bila melihat pada IHPS maupun LHP setiap semester dan tahunnya, temuan-temuan “kecurangan” maupun “kealpaan” semakin meningkat, bukan semakin membaik. Inilah yang membuat persepsi masyarakat akan tugas BPK yang hanya sebatas mencari kesalahan, terpupuk dan terawat dengan baik.

Meskipun dalam Indeks Kepuasan Masyarakat yang tercantum dalam Survei Terhadap Responden Masyarakat Umum yang dilakukan BPK pada tahun 2015, indeks kepuasan terhadap kinerja BPK mencapai angka 3,53 dari nilai maksimal 5, namun tetap saja masyarakat hanya menganggap BPK hanya sebatas badan yang melakukan kegiatan pemeriksaan biasa guna mencari kesalahan dalam keuangan.
Indeks Kepuasan Masyarakat Sumber: bpk.go.id

Indeks Kepuasan Masyarakat Sumber: bpk.go.id


Siapakah BPK sebenarnya?


Diperlukan penyadaran terhadap masyarakat tentang persepsi terhadap BPK itu sendiri. BPK bukan hanya sebatas lembaga negara yang melakukan pemeriksaan administratif yang semata-mata untuk mencari kesalahan dalam mengelola keuangan. Lebih dari pada itu BPK merupakan pihak yang berperan besar dalam menjaga dan memastikan bahwa keuangan negara dipergunakan untuk sebesar-besarnya. Pemeriksaan yang dilakukan BPK merupakan pemeriksaan atas program-program yang memberikan dampak besar bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. BPK mengevaluasi apakah penganggaran yang dibuat benar-benar sudah mengarah pada upaya meningkatan kesejahteraan rakyat.

Memang, pola pikir yang berkembang di masyarakat mengatakan bahwa tidak ada korelasi yang kuat antara audit BPK dengan kesejahteraan rakyat, hal ini secara sekilas memang cenderung benar adanya. Namun perlu disadarkan disini, hasil audit BPK menjadi sangat berhubungan dengan kesejahteraan rakyat karena dilengkapi dengan hasil audit kinerja terhadap suatu entitas. Audit BPK menilai akuntabilitas tata kelola keuangan dan audit kinerja menilai efektifitas program-program kesejahteraan rakyat.

Secara lebih detil bahwa BPK memprioritaskan pemeriksaan kinerja atas program yang bisa menekan tingkat kemiskinan, menekan angka pengangguran, mengurangi angka kesenjangan pendapatan, dan meningkatkan indeks pembangunan manusia yang meliputi kesehatan, pendidikan, dan peningkatan daya beli masyarakat.

Dalam menjalankan tugasnya BPK berhak memberikan penilaian terhadap suatu objek pemeriksaan berupa Opini BPK, antara lain wajar tanpa pengecualian (WTP), wajar dengan pengecualian, tidak wajar, dan tidak menyatakan pendapat.

Masyarakat memandang bahwa jika sudah mendapatkan opini WTP maka otomatis tidak ada korupsi di dalamnya, jika sudah mendapatkan opini WTP namun masih tetap ada korupsi berarti ada yang salah dalam proses audit tersebut. Lagi-lagi diperlukan pencerahan terhadap pandangan masyarakat ini. Seringkali didapati suatu daerah yang telah mendapatkan predikat WTP dalam hasil pemeriksaan BPK, namun tak selaras dengan keadaan warganya yang jauh dari sejahtera.

Bengkulu misalnya, dalam 3 tahun berturut-turut yakni 2012, 2013, 2014 selalu mendapat predikat WTP namun tingkat pengangguran mengalami fluktuatif dalam 3 tahun tersebut, 3,62% (2012), 4,61% (2013), dan 3,47% di 2014, bahkan prosentase penduduk miskin dalam 3 tahun tersebut mengalami kenaikan di setiap tahunnya 17,50% (2012), 17,51% (2013), dan menanjak tinggi menjadi 17,75% di 2014.

Apakah BPK mengalami kelalaian dalam melakukan pemeriksaan? Tidak sesempit itu. Justru disinilah terlihat jelas bahwa BPK kawal harta negara untuk kesejahteraan. BPK juga mendorong agar pemerintah daerah melakukan penyelarasan antara hasil pemeriksaan pengelolaan keuangan dan kesejahteraan rakyat, dengan demikian BPK dapat mempertegas manfaat hasil pemeriksaan BPK RI dengan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat.


BPK The Walfere Guardian


Kesejahteraan merupakan tujuan negara Indoenesia sebagaimana amanat UUD 1945. Sejahtera dapat didefinisikan sebagai keadaan yang linear dengan sentosa dan makmur, yang diwujudkan dalam keadaan yang berkecukupan dan tidak kekurangan dalam segala hal, baik yang berkaitan dengan materi maupun rohani. Kesejahteraan rakyat merupakan tugas utama yang diemban oleh pemerintahan seluruh dunia. Mewujudkan kesejahteraan adalah upaya untuk meningkatkan kualitas hidup rakyat pada setiap lapisan yang ada.

BPK memiliki visi menjadi pendorong pengelolaan keuangan negara untuk mencapai tujuan negara melalui pemeriksaan yang berkualitas dan bermanfaat. Maka jelas salah satu tujuan negara disini adalah kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Tujuan strategis BPK juga untuk mencapai tujuan negara tersebut. BPK bertujuan meningkatkan manfaat hasil pemeriksaan dalam rangka mendorong pengelolaan keuangan negara untuk mencapai tujuan negara dan meningkatkan pemeriksaan yang berkualitas dalam mendorong pengelolaan keuangan negara untuk mencapai tujuan negara. Mencapai tujuan negara juga merupakan landasan berpikir BPK.

BPK kawal harta negara untuk kesejahteraan. BPK mengawal setiap pengelolaan keuangan yang berkaitan dengan harta rakyat. BPK menjaga dan memastikan keuangan negara dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Sebagaimana amanat UUD pasal 23 ayat 1 bahwa APBN sebagai wujud pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan terbuka dan bertanggungjawab sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

BPK mendorong agar pengelolaan anggaran dilakukan secara transparan dan akuntabel, maka 2 hal ini harus dilakukan dengan konsisten untuk kesejahteraan rakyat yang meningkat. Akuntabel tidak hanya sebatas baiknya pengelolaan keuangan, namun juga baiknya kinerja, apakah kebijakan dan penetapan anggaran benar-benar untuk kesejahteraan rakyat, dan apakah sudah sesuai dengan hasil. BPK mengawal dan memastikan serta menelusuri besaran aliran dan yang masuk dan membandingkan hasil kesejahteraan yang diperoleh, sehingga tujuan dan cita-cita negara pun tercapai.

Namun tetap saja, BPK tidak akan berjalan dengan sukses apabila tidak didukung oleh seluruh elemen masyarakat. Oleh karena itu dukungan dari semua pihak sangat diperlukan guna mewujudkan cita-cita ini.

Inilah yang perlu disadarkan, bahwa BPK bukan hanya sebatas memeriksa dan mencari kesalahan, BPK juga tidak hanya bertugas mengawal harta negara, jauh lebih daripada itu. Jelas tidak dapat dipungkiri bahwa BPK mengawal kesejahteraan rakyat.
Think and Feel it!

Sumber:
www.bpk.go.id
http://www.bpk.go.id/ihps

NEXT⏩


No comments:

Post a Comment